MIND ID Targetkan Turunkan Emisi 21,4% pada 2030, Ini Jurusnya

Warta Ekonomi,quickq电脑端 Jakarta -

Holding BUMN Industri Pertambangan, MIND ID, menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 21,4% pada 2030. Target ini menjadi bagian penting dalam mendukung komitmen Enhanced Nationally Determined Contribution(ENDC) dan mencapai Net Zero EmissionIndonesia pada 2060.

Anggota Holding MIND ID, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), menegaskan komitmen ini dalam ajang Human Capital Summit (HCS) 2025 yang digelar Selasa (3/6/2025).

MIND ID Targetkan Turunkan Emisi 21,4% pada 2030, Ini Jurusnya

MIND ID Targetkan Turunkan Emisi 21,4% pada 2030, Ini Jurusnya

“Isu dekarbonisasi bukan hanya tantangan MIND ID, tetapi tantangan global yang dihadapi oleh seluruh pelaku industri pertambangan dan manufaktur. Ketergantungan pada energi fosil masih tinggi, sementara transisi ke energi bersih membutuhkan kesiapan sistemik,” ujar Direktur Strategic Support & Human Capital Inalum, Benny Alexander F.D. Wiwoho.

MIND ID Targetkan Turunkan Emisi 21,4% pada 2030, Ini Jurusnya

Baca Juga: MIND ID Perkuat Industri Nikel Hijau Lewat Teknologi HPAL

MIND ID Targetkan Turunkan Emisi 21,4% pada 2030, Ini Jurusnya

Benny mengungkapkan bahwa konsumsi energi Grup MIND ID diperkirakan melonjak tajam, dari 48.000 terajoule (TJ) pada 2023 menjadi 266.000 TJ pada 2030. Jika tidak dikendalikan, emisi GRK bisa meningkat dari 4.100 kiloton CO₂ ekuivalen (ktCO₂e) menjadi sekitar 31.060 ktCO₂e—naik lebih dari tujuh kali lipat dalam tujuh tahun.

“Ini adalah tantangan yang harus dikelola secara strategis. Target 21,4 persen ini merupakan peta jalan kami dalam memastikan bahwa pertumbuhan industri tetap sejalan dengan upaya pelestarian lingkungan,” tegas Benny.

Dalam kesempatan yang sama, Corporate Secretary MIND ID, Pria Utama, memaparkan empat strategi utama yang dirancang untuk mencapai target dekarbonisasi tersebut.

Baca Juga: Alumina Yes, Bauksit No! MIND ID 'Goda' Arab Saudi Bangun Smelter Baru

Strategi pertama adalah konversi bahan bakar ke sumber rendah karbon, seperti penggunaan bahan bakar nabati B35, B40, dan liquefied natural gas (LNG). Kedua, peningkatan efisiensi operasional melalui inovasi dalam proses penambangan, peleburan, serta penerapan digitalisasi dan elektrifikasi di seluruh lini produksi.

Strategi ketiga mencakup pemanfaatan energi terbarukan dan co-firing, termasuk pemasangan panel surya (Solar PV), pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dan teknologi co-firing di fasilitas pembangkit dan peleburan. Strategi keempat adalah pemanfaatan Renewable Energy Certificate (REC) dan mekanisme carbon offset melalui perdagangan karbon serta proyek berbasis alam (Nature Based Solutions/NBS).

“Kami meyakini bahwa kemajuan industri harus disertai dengan tanggung jawab yang semakin besar terhadap lingkungan. Masa depan pertambangan bukan hanya soal menghasilkan lebih banyak, tetapi bagaimana kita menghasilkan dengan cara yang lebih bijak,” tutup Pria.